Sabtu, 21 Maret 2015

Pendidikan Sebagai Ilmu Dan Seni

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pendidikan saat ini sangat penting bagi kehidupan manusia, karena pendidikan dapat menentukan nasib seseorang di masa depan. Pendidikan bisa ditinjau dari ilmunya dan pendidikan memiliki seni. Saat ini masih banyak masyarakat yang tidak mengenal pendidikan, mereka hanya bisa mencari sesuatu yang bisa menyambung hidup mereka. Bahkan saat ini tidak sedikit anak bangsa yang nekat melakukan tindakan kriminal demi mendapatkan sesuatu yang mereka butuhkan.
Dalam buku Landasan Pendidikan tercantum ‘bahwa anak manusia mempunyai berbagai potensi yang masih tersembunyi. Anak manusia memiliki kemampuan untuk berkembang, maka dijelaskan pula bahwa anak manusia dapat belajar secara efektif’. Dalam kutipan tersebut jelas bahwa anak manusia termasuk kita mempunyai berbagai potensi, jika dikembangkan potensi itu akan menjadi keahlian seseorang. Sayangnya, di negara kita masih banyak anak-anak yang tidak mengenal potensi dirinya sendiri. Bahkan ada yang merasa tidak berguna atau tidak bisa melakukan apa-apa. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk menjelaskan tentang fungsi ilmu pengetahuan, ilmu pendidikan, pendidikan sebagai ilmu dan seni.

B.     Manfaat Penulisan
1.      Bagi Penulis
Hasil penulisan ini sangat berguna untuk memperoleh pemahaman dan untuk lebih memperdalam kajian ilmu pengetahuan dan pendidikan, dan dapat membandingkan teori yang dipelajari selama perkuliahan dengan kenyataan di lapangan pada penulisan yang diteliti.
2.      Bagi Pihak Lain
Hasil penulisan ini dapat menjadi bahan kajian dan referensi untuk melakukan penelaahan dan pengkajian lebih lanjut mengenai masalah yang sama.
  
BAB II
PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU DAN SENI

A.     Alasan Pentingnya Status Keilmuan Pendidikan
Suatu disiplin akan dipandang sebagai pengetahuan ilmiah apabila disiplin tersebut memiliki status keilmuan yang jelas. Suatu disiplin ilmu dapat dilakukan pengujian empiris apabila disiplin ilmu tersebut memiliki kejelasan minimal dalam empat hal, yaitu :
1.      Memiliki kejelasan dalam obyek yang menjadi garapan penyelidikannya atau jelas mengenai obyek studinya.
2.      Jelas dalam menggunakan metodologi penyelidikannya, baik bersifat kuantitatif atau kualitatif, bahkan mungkin gabungan dari keduanya.
3.      Jelas mengenai isi atau substansi dari ilmu tersebut, dan
4.      Jelas mengenai fungsinya dalam mengatasi atau memecahkan salah satu aspek masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia.

B.     Konsep Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan
1.      Konsep Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari mengetahui  informasi yang tersusun dan terarah mengenai fenomena tertentu yang terjadi dalam pengalaman.
Titus (1959) menungkapkan ada empat jenis pengetahuan atau kebenaran yang dapat diperoleh dan dimiliki manusia,yaitu :
a.       Pengetahuan biasa atau awam yang sering disebut common sense knowledge atau pengetahuan akal sehat.
b.      Pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) atau secara singkat orang menyebutnya dengan sains.
c.       Pengetahuan filsafat (philosophical knowledge) atau dengan singkat saja disebut filsafat, dan
d.      Pengetahuan religi (pengetahuan agama)

2.      Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Upaya pengelompokkan (klasifikasi) terhadap ilmu yang didasarkan pada kriteria tersebut. Pembagian ilmu ada yang berdasarkan isi pengetahuan, dan ada pula yang mengklasifikasinya berdasarkan sifat pengetahuan dari ilmu. Berdasarkan isi pengetahuannya, ilmu diklasifikasi menjadi tiga kelompok, yaitu :
a.       Ilmu-ilmu kealaman (natural science) seperti : Fisika, Kimia, Biologi dan Astronomi.
b.      Ilmu-ilmu sosial (social science) misalnya sosiologi, ekonomi, politik, sejarah, ilmu pendidikan dan sebagainya.
c.       Ilmu-ilmu kemanusiaan (humanities) contohnya: filsafat, bahasa dan seni.
Berdasarkan sifat (ragam dan atribut) pengetahuan, ditemukan klasifikasi ilmu sebagai berikut :
a.       Rudolf Carnapp
1)      formal sciences: matematika.
2)      factual sciences: fisika.
b.      Pembagian ilmu yang banyak digunakan terkenal dengan klasifikasi :
1)  pure sciences: matematika, logika.
2)  applied sciences: ekonomi, ilmu pendidikan.
c.       Pembagian ilmu dengan klasifikai lain adalah :
1)  ilmu eksakta (matematika, fisika,kimia, biologi, astronomi), dan
2)  ilmu non-eksakta (ekonomi, politik, psikologi, Ilmu pendidikan,dsb).

C.     Karakteristik dan Kriteria Ilmu Pengetahuan
Suatu disiplin ilmu termasuk juga disiplin ilmu pendidikan perlu memiliki karakteristik dan kriteria yang jelas dalam hal landasan, obyek studi, metode, fungsi dan isi/substansinya. Disiplin ilmu perlu diuji secara empiris dan hendaknya memiliki persyaratan dan ciri-ciri ilmiah. Randall dan Buchker mengemukakan tiga ciri umum ilmu pengetahuan sebagai berikut:
1.      Hasil sains bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, artinya setiap orang dapat menggunakan atau memanfaatkan hasil penemuan orang lain.
2.      Hasil sains kebenarannya tidak mutlak, dan bisa terjadi kekeliruan, karena yang menyelidikanya adalah manusia.
3.      Sains bersifat objektif, artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode sains tidak tergantung kepada subyek yang menggunakan, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi (Sadulloh 2004:46).
Selanjutnya Ralph Ross dan Enerst van den Haag (Harsojo, 1977), mengemukakan ciri-ciri ilmu, yaitu :
1.      Bersifat rasional, karena ilmu merupakan hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal (rasio).
2.      Bersifat empiris, karena ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh pancaindera.
3.      Bersifat umum, artinya bahwa hasil ilmu dapat dipergunakan oleh semua manusia tanpa kecuali, dan
4.      Bersifat akumulatif, artinya bahwa hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian berikutnya.
Karakteristik suatu ilmu dapat ditelusuri melalui pembahasan tentang landasan ilmu, obyek ilmu, metode keilmuan (metode ilmiah), isi atau materi  ilmu, dan fungsi ilmu (Madjid Noor, 1998). Dalam kajian epistemologi ditegaskan bahwa suatu kawasan studi atau suatu disiplin dapat dikategorikan disiplin ilmu apabila memenuhi tiga syarat, yaitu :
1.      Memiliki obyek matrial dan obyek formal,
2.      Memiliki metode yang jelas, dan
3.      Memiliki sistematika.
1. Landasan Ilmu
Landasan ilmu merupakan gagasan-gagasan yang dijadikan sandaran atau tempat berpijak para ilmuwan dalam kegiatan ilmiahnya dan berguna bagi perkembangan pemikiran selanjutnya dalam memahami fenomena baik fenomena alam maupun fenomena sosial. Gagasan tempat berpijak tersebut tidak lain yaitu pendirian atau pandangan hidup ilmuwan tersebut. Landasan ilmu terdalam merupakan filsafat atau dengan nama lain induk ilmu pengetahuan (mother of science).
Landasan ilmu kealaman pada mulanya bersumber dari filsafat matrealisme dan naturalisme. Namun pada pekembangan zaman ini, landasan ilmu cenderung bersumber pada aliran filsafat  positivisme dan neopositivisme. Sedangkan yang menjadi landasan ilmu sosial bersumber dari filsafat humanisme, pragmatisme, eksistensialisme, dan fenomenologi.
2. Obyek Studi Ilmu
Obyek studi ilmu adalah suatu kenyataan (realitas) atau bidang yang menjadi bahan pengkajian dan penyelidikannya. Obyek ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material merupakan bidang kajian yang menjadi bahan suatu ilmu. Sedangkan obyek formal merupakan brntuk khas yang membedakan ilmu tersebut dengan ilmu lainnya.
3. Metode Ilmu
Metode ilmu atau metode ilmiah merupakan prosedur kerja sistematis yang terencana dan cermat, melalui pengalaman, dengan menggunakan kerangka pemikiran tertentu. tujuannya adalah untuk memperoleh suatu produk ilmu yang valid (sah, benar, tepat) artinya pikiran manusia sesuai dengan fakta empiris, dan reliable (produknya dapat dipercaya, jika diulang akan memperoleh hasil yang sama).
Dalam pendekatan empiris, metode ilmiah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif memiliki karakter utama jumlah. Sedangkan kualitatif dimaksudkan untuk mengembangkan suatu teori baru dengan memproses data deskriptif,sebagai hasil tanpa menggunakan statistik, dengan teknik penelitiannya biasanya studi kasus.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pendekatan empiris, yakni :
a         Perumusan masalah, yaitu kehiatan menemukan, menyusun dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan mengenai obyek yang akan dikaji.
b        Penysunan kerangka berpikir, yakni memberikan argumentasi yang menjelaskan hubungan antara berbagai faktor sehingga membentuk permasalahan.
c         Perumusan hipotesis, yakni membentuk asumsi atau anggapan dasar dalam bentuk kerangka berpikir dari suatu madzhab filsafat yang dianut.
d        Pengujian hipotesis, yaitu kegiatan pengumpulan fakta yang relevan.
e         Penarikan kesimpulan, yaitu kegiatan menyimpulkan apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak.
4.   Fungsi Ilmu.
Ilmu pengetahuan mempunyai tiga fungsi utama, yaitu :
a. Fungsi Menjelaskan.
b. Fungsi Memprediksi.
c. Fungsi Mengontrol.

D.     Pendidikan Sebagai Ilmu Pengetahuan
1.  Konsep Ilmu Pendididkan
Pendidikan dapat dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan, dalam ilmu pengetahuan ada dua istilah penting yaitu paedagogie dan paedagagogiek. “Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan” (Ngalim Purwanto, 2004:3).
Istilah pedagogik dibedakan oleh Langeveld dengan istilah pedagogi. Pedagogik diartikan dengan ilmu pendidikan yang lebih menitikberatkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan kepada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak.
Berikut ini pendapat beberapa ahli tentang pengertian ilmu pendidikan :
·         Driyarkara (1980:66) menyatakan bahwa “Ilmu pendidikan adalah pemikiran ilmiah, yakni pemikiran yang bersifat kritis, memiliki metode dan tersusun secara sistematis tentang pendidikan”.
Dari beberapa uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu pendidikan merupakan seperangkat pengetahuan, pendapat atau pandangan mengenai fenomena/gejala pendidikan yang disususn secara sistematis sebagai hasil pemikiran kritis dengan menggunakan metode riset tertentu.
2.   Karakteristik Ilmu Pendidikan
Ilmu pendidikan memiliki beberapa ciri tertentu yaitu ;
a.       Landasan Ilmu Pendidikan
Ilmu pendidikan hanya akan berdiri kokoh dan berkembang dengan pesat apabila berlandas agama, pandangan hidup, filsafat hidup serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pendidikan merupakan ilmu yang normatif yang bersumber dari agama, masyarakat, filsafat dan pandangan hidup.
b.      Obyek Ilmu Pendidikan
Obyek ilmu pendidikan terdiri atas obyek material dan obyek formal. Obyek material ilmu pendidikan adalah manusia, karena itu pendidikan bertolak dari pandangan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan pada hakekatnya atau secara prinsipal berbeda dengan kehidupan hewan, berbeda dengan tumbuhan dan berada denga benda mati.
c.       Metode Ilmu Pendidikan
Metode ilmu pendidikan adalah prosedur yang menggunakan pola pikir dan pola kerja yang sistematis untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan yang sah (valid) dan dapat dipercaya (reliabel). Metode-metode penelitian yang dominan dalam pengembangan keilmuan dan program pendidikan adalah survey, eksperimen, studi kasus, kaji tindak, dan penelitian masa depan. Metode-metode tersebut penting sehingga ilmu pendidikan dapat mengimplementasikan fungsi menggambarkan, menjelaskan, meramalkan, dan pengendalian terhadap fenomena dan gejala-gejala pendidikan.
d.      Isi Ilmu Pendidikan
Isi ilmu pendidikan merupakan struktur pengetahuan yang antara lain memuat pstulat, asumsi, konsep teori, generalisasi, hukum, prinsip, dan model.
1)      Postulat yaitu pandangan mendasar yang kebenarannya diterima tanpa pembuktian secara empiris.
2)      Asumsi yaitu pendapat/pandangan yang didasarkan pada kerangka berpikir tertentu, yang kebenaran pada umumnya diterima, namun masih perlu diperiksa secara empiris.
3)      Konsep yaitu serangkaian pengertian atau pendapat yang konsisten yang dihasilkan dari pemikiran atau pengalaman. Konsep dalam ilmu pendidikan bahwa pendidikan meliputi bimbingan, pengajaran, dan juga latihan.
4)      Teori adalah kumpulan konsep-konsep  yang tersusun secara sistematis dalam bentuk struktur teoritis yang pada umumnya memberi penjelasan mengapa sesuatu gejala atau peristiwa itu terjadi, dalam pendidikan.
5)      Generalisasi adalah kesimpulan umum yang ditarik berdasarkan pengalaman-pengalaman khusus, biasanya sebagai yang diperoleh dari penelitian ilmiah.
6)      Hukum adalah pernyataan atau pendapat yang biasanya dinyatakan dalam bentuk pernyataan if-then (jika-maka) yang berlaku umum bagi sekelompok gejala tertentu sebagai hasil suatu generalisasi dari riset ilmiah.
7)      Prinsip adalah hukum dalam bentuk pendapat yang berlaku umum bagi sekelompok gejala tertentu, namun tidak selalu berbentuk pernyataan jika maka (if-then).
8)      Model adalah suatu bentuk teori atauserangkaian teori, hukum prinsip yang menggambarkan atau memberi penjelasan tentang suatu sistem kegiatan sampai pada panduan penggunaannya yang terdapat dalam suatu cabanf ili, misalnya mengajar ekspositori, model mengajar pemrosesan informasi dari Bruce Joice, model mengajar terprogram dan model mengajar discovery inquiry atau misalnya model cara belajar siswa aktif dan lain sebagainya.
e.       Fungsi Ilmu Pendidikan
Pendidikan sebagai ilmu pengetahuan memiliki fungsi menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol gejala atau fenomena pendidikan. Dalam fungsi memberi penjelasan misalnya tentang fenomena secara deduktif menjelaskan bahwa anak memiliki potensi yang perlu diasah, sedangkan secara efektif misalnya kemampuan manusia untuk berkembang. Sedangkan fungsi prediksi misalnya suatu hasil nilai UN berpengaruh dalam kelulusan sekolah.
f.       Cabang-cabang ilmu pendidikan
Cabang-cabang ilmu ada beberapa klasifikasi, berikut pendapat menurut beberapa ahli :
Menurut M.J. Lavengeld (1952)
1)      Ilmu mendidik teoritis terdiri atas :
a)      Ilmu mendidik sistematis
b)      Sejarah pendidikan
c)      Ilmu perbandingan pendidikan
2)      Ilmu mendidik praktis terdiri dari :
a)      Didaktik/metodik
b)      Pendidikan keluarga
c)      Pendidikan gereja (lembaga keagamaan)

E.   Mendidik Sebagai Seni dan Teknik
Keberhasilan pendidik terletak khususnya pada perubahan yang dialami terdidik. Tujuan pendidik bukanlah supaya pendidik mengalami perubahan, melainkan supaya anak atau orang lain mengalami perkembangan ke arah baik. Pada prinsipnya pendidikan memang dapat dianalisis dan seni didik dapat dipelajari secara ilmiah. Calon guru/pendidik antara lain perlu mempelajari hasil-hasil yang telah dikumpulkan dalam ilmu pendidikan, tetapi harus belajar menganalisis proses belaja mengajar. Terdapat dua kelompok kegiatan-kegiatan mengajar, yaitu kegiatan sebelum mengajardimana guru bekerja secara sendirian dan kegiatan yang terjadi pada waktu mengajar ketika guru menerapkan prinsip-prinsip psikologi dalam situasi senyatanya.

F.   Memelajari Seni Didik dan Teknik Pendidikan Secara Ilmiah
Pengembangan teknologi pendidikan masih belum dapat membuktikan bahwa teknologi pendidikan memang sungguh-sungguh lebih efektif menimbulkan proses belajar mengajar daripada pendidikan tanpa teknologi yang baru. Kesanggupan guru untuk mengembangkan seni didik masih terlalu bergantung pada bakat dan luasnya pengalaman pengajar. Sesungguhnya pengajaran didalam kelas masih merupakan cara-cara yang paling luas dipraktekkan disekolah dan di luar sekolah, karena walaupun cara ini relatif amat praktis, namun tak pernah dapat dilaksanakan dengan mudah bagi peningkatan hasil belajar murid-murid.
  
DAFTAR PUSTAKA
Faizah, D.U. (2009). Anak-anak yang Digegas. Jakarta: Cindy Grafika.
Faizah, D.U. (2010). Arah Aktif: Sebuah Seni Mendidik Berkraetivitas Berakhlak Mulia. Solo: Tiga Serangkai.
Tim Dosen MKDP. (2011). Landasan Pendidikan. Bandung UPI.

Hukum Archimedes

Ketika suatu benda dimasukkan ke dalam air, ternyata beratnya seolah-olah berkurang. Hal ini terlihat dari penunjukkan neraca pegas yg lebih kecil. Peristiwa ini tentu bukan berarti ada massa benda yg hilang, namun disebabkan oleh suatu gaya yg mendorong benda yg arahnya berlawanan dengan arah berat benda. Gaya apakah itu? Seorang ahli Fisika yg bernama Archimedes mempelajari hal ini dengan cara memasukkan dirinya pada bak mandi. Ternyata, ia memperoleh hasil yg sama dengan hasil percobaan Anda, yakni beratnya menjadi lebih ringan ketika di dalam air. Gaya ini disebut gaya apung atau gaya ke atas (FA).

Apabila Anda lihat hasil percobaan yg telah dilakukan, ternyata gaya apung sama dengan berat benda di udara dikurangi dengan berat benda di dalam air.

FA = wu–wa

dengan: FA = gaya apung atau gaya ke atas (N), wu = gaya berat benda di udara (N), wa = gaya berat benda di dalam air (N)

Besarnya gaya apung ini bergantung pada banyaknya air yg didesak oleh benda tersebut. Semakin besar air yg didesak maka semakin besar pula gaya apungnya. Hasil penemuannya dikenal dengan
 Hukum Archimedes yg menyatakan bahwa apabila suatu benda dicelupkan ke dalam zat cair, baik sebagian atau seluruhnya, benda akan mendapat gaya apung (gaya ke atas) yg besarnya sama dengan berat zat cair yg didesaknya (dipindahkan) oleh benda tersebut. Secara matematis ditulis sebagai berikut.

FA = ρ.V.g

dengan: FA = gaya apung (N), ρ = massa jenis zat cair (kg/m3), V = volume zat cair yg didesak atau volume benda yg tercelup (m3), g = konstanta gravitasi atau percepatan gravitasi (m/s2).

Refroduksi Hewan Tingkat Tinggi dan Tingkat Rendah

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reproduksi merupakan salah satu ciri dari makhluk, disamping ciri-ciri lain seperti respirasi, transportasi, pencernaan, ekskresi, koordinasi, dan iritabilitas. Setiap makhluk hidup memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi atau proses perkembangbiakan. Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Tanpa kemampuan tersebut satu jenis hewan akan punah. Oleh karena itu, perlu dihasilkan sejumlah besar individu baru yang akan mempertahankan jenis suatau hewan. Proses pembentukan individu baru inilah yang disebut reproduksi. Reproduksi dapat terjadi secara vegetative dan generative. Sistem reproduksi vertebrata jantan terdiri atas sepasang testis, saluran rreproduksi jantan, kelenjar seks asesoris (padamamlia) dan organ kopulatoris (pada hewan-hewan denganfertilisasi internal). Sistem reproduksi betina terdiri atas sepasang ovarium pada beberapa hanya satu) dan sdaluran reproduksi betina. Pada mamlia yang dilengkapi organ kelamin luar (vulva) dan kelenjar susu (Tenzer, 2003:19)Reproduksi vertebrata pada umumnya sama, tetapi karena tempat hidup, perkembangan anatomi, dan cara hidup yang berbeda menyebabkan adanya perbedaan pada prosesfertilisasi. Misalnya hewan akuatik padda umumnya melakukan fertilisasid\ di luar tubuh (fertilisasi eksterna),sedangkan hewan darat melakukan fertilisasi di dalam tubuh(fertilisasi interna). (Pratiwi,1996:101).Bagi hewan yang melakukan fertilisasi interna dilengkapi dengan adanya organ kopulatori, yaitu suatu organ yang berfungsi menyalurkan sperma dari organisme jantan kebetina.ImageUntuk mempertahankan jenisnya maka, suatu organnisme akan melakukan perkembangbiakan. Sistem yang berperandalam perkembangbiakan hewan adalah sistem reproduksi.Sistem reproduksi pada vertebrata adalah sistem reproduksi seksual. Secara umum sistem reproduksi pada vertebrata terdiri atas kelenjar kelamin (gonad), saluran reproduksi, dan kelenjar seks aksesori (pada mamalia). Hewan-hewan yang melakuakan vertilisasi secara internal, yang jantan memilikiorgan kopulatoris yang berfungsi untuk menyalurkan sperma dari organisme jantan ke saluran reproduksi betina.Organ utama penyusun sistem reproduksi adalah gonad. Pada hewan jantan, gonadnya berupa testis sedangkan pada yang betina disebut ovarium. Gonad berfungsi sebagai penghasil sel kelamin (sel gamet). Gamet jantan disebut spermatozoa sedang yang betina sel telur (ovum)
BAB II RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud hewan tingkat tinggi dan hewan tingkat rendah itu?
2. Apa sajakah hewan yang termasuk hewan tingkat tinggi dan hewan tingkat rendah itu?
3. Bagaimanakah proses reproduksi hewan tingkat tinggi dan hewan tingat rendah?
4. Bagaimana perbedaan reproduksi hewan tingkat tinggi dan hewan tingkat rendah?
BAB III TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum. Tujuan umum pembuatan makalah ini adalah memberikan informasi dan wawasan kepada khalayak umum tentang bagaimana sistem reproduksi yang terjadi pada hewan tingkat tinggi dan hewan tingkat rendah.
2. Tujuan Khusus. Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini yaitu memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Biologi umum. Mengetahui bagaimana reproduksi yang terjadi pada hewan tingkat rendah dan hewan tingkat tinggi.
BAB IV PEMBAHASAN
A. Hewan Tingkat Tinggi. Hewan tingkat tinggi atau Vertebrata adalah hewan yang bertulang belakang. Memiliki struktur tubuh yang jauh lebih sempurna dibandingkan dengan hewan Invertebrata. Hewan vertebrata memiliki tali yang merupakan susunan tempat terkumpulnya sel-sel saraf dan memiliki perpanjangan kumpulan saraf dari otak. Tali ini tidak di memiliki oleh yang tidak bertulang punggung. Dalam memenuhi kebutuhannya, hewan vertebrata telah memiliki system kerja sempurna peredaran darah berpusat organ jantung dengan pembuluh-pembuluh menjadi salurannya.Contoh beberapa hewan tinggi diantaranya yaitu ikan, katak, reptil, burung, mamalia
Berikut merupakan ciri-ciri alat tubuh hewan vertebrata :
1. Mempunyai kelenjar bundar, endoksin yang menghasilkan hormon untuk pengendalian.
2. Pertumbuhan dan proses fisiologis atau faal tubuh.
3. Susunan saraf terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang.
4. Bersuhu tubuh panas dan tetap (homoiternal) dan bersuhu tubuh dingin sesuai dengan kondisi lingkungan (poikiloternal).
5. Sistem pernapasan/terpirasi dengan paru-paru (pulmonosum) kulit dan insang operculum.
6. Alat pencernaan memanjang mulai dari mulut sampai ke anus yang terletak di sebelah vertran (depan) dan tulang belakang.
7. Kulit terdiri atas epidermis (bagian luar) dan endodermis (bagian dalam).
8. Alat reproduksi berpasangan kecuali pada burung, kedua kelenjar kelamin berupa ovalium dan testis menghasilkan sel tubuh dan sel sperma.

Perkembangbiakan seksual pada hewan umumnya terjadi pada hewan tingkat tinggi (vertebrata). Reproduksi seksual yaitu reproduksi yang terjadi lewat proses perkawinan. Perkembangbiakan secara seksual pada hewan melibatkan alat reproduksi, sel kelamin/gamet jantan dan gamet betina, serta proses pembuahan atau fertilisasi. Pembuahan pada hewan ada dua jenis, yaitu pembuahan yang terjadi di dalam tubuh induk betina dan pembuahan yang terjadi di luar tubuh. Pembuahan di dalam tubuh induk betina disebut fertilisasi internal. Sedangkan pembuahan di luar tubuh induk betina disebut fertilisasi eksternal. Pembuahan eksternal biasanya terjadi pada hewan yang hidup di dalam air, misalnya katak dan ikan. Jumlah sel telur dan sperma yang dihasilkan sangat banyak, sehingga dapat memperbesar peluang terjadinya pembuahan. Pembuahan eksternal dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe acak dan tipe sarang. Pada tipe acak, proses pelepasan sel telur dan sperma di lakukan di sembarang tempat. Sedangkan pada tipe sarang, ada tempat tertentu untuk melepaskan sperma dan sel telur, sehingga peluang terjadinya pembuahan lebih besar. Pada fertilisasi internal, pembuahan yang terjadi dalam tubuh induk betina. Jadi sperma dari induk jantan harus dimasukkan ke dalam tubuh betina melalui kopulasi. Alat reproduksi menghasilkan sel kelamin. Sel kelamin jantan/sperma dihasilkan oleh testis, sedangkan sel kelamin betina (ovum/sel telur) dihasilkan oleh ovarium (indung telur).
Proses pembentukan sel kelamin jantan dan betina disebut gametogenesis. Proses pembentukan sel kelamin jantan disebut spermatogenesis, sedangkan proses pembentukan sel kelamin betina disebut oogenesis. Setelah terjadi pembuahan atau fertilisasi, akan terbentuk zigot yang kemudian berkembang menjadi embrio. Perkembangan dan kelahiran embrio dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu vivipar, ovipar, dan ovovivipar.
1. Vivipar (hewan beranak), yaitu hewan yang embrionya berkembang dan mendapat makanan di dalam uterus (rahim) induk betina. Contohnya adalah kerbau, sapi, gajah, dan harimau.
2. Ovipar (hewan bertelur), yaitu hewan yang embrionya berkembang di dalam telur. Telur hewan ini dikeluarkan dari dalam tubuh dan dilindungi oleh cangkang. Embrio memperoleh makanan dari cadangan makanan yang terdapat di dalam telur. Beberapa hewan ovipar mengerami telurnya hingga menetas, misalnya ayam dan merpati. Namun banyak pula induk yang menimbun telur dengan pasir atau bahkan membiarkan begitu saja.
3. Ovovivipar (hewan betelur dan beranak), yaitu hewan yang embrionya berkembang di dalam telur, tetapi telur tetap berada di dalam tubuh induk betina. Setelah cukup umur, telur akan pecah di dalam tubuh induk dan anaknya keluar. Contohnya adalah kadal dan ikan hiu. Anak itik menetas dari telur, itik termasuk hewan ovipar.
B. Hewan Tingkat Rendah (Avertebrata).
Perkembangbiakan seksual pada hewan umumnya terjadi pada hewan tingkat rendah/Avertebrata. Reproduksi aseksual artinya reproduksi yang terjadi tanpa didahului dengan peleburan dua sel kelamin yang berbeda jenisnya. Reproduksi aseksual pada hewan ada lima jenis, yaitu pembelahan biner, pembelahan ganda, pembentukan tunas, regenerasi, dan partenogenesis.
1. Pembelahan biner, terjadi pada makhluk hidup uniseluler, yaitu dari golongan Monera dan Protista. Pada pembelahan biner, dari satu individu membelah secara langsung menjadi dua sel anak. Pembelahan biner terdiri dari lima jenis, yaitu pembelahan ortodoks, melintang, membujur, miring, dan strobilasi. Pembelahan biner secara ortodoks/umum terjadi pada Amoeba dan mikroorganisme lain dari golongan Rhizopoda. Pembelahan biner secara melintang terjadi pada Paramecium. Pembelahan dengan tipe membujur contohnya pada Euglena. Tipe pembelahan miring terjadi pada Dinoflagellata. Sedangkan pembelahan biner tipe strobilasi menghasilkan individu baru dari bagian tubuh induk yang lepas, contohnya pada cacing pita (Taenia sp).
2. Pembelahan ganda, yaitu pembelahan berulang, sehingga dalam sekali pembelahan dari satu individu dapat dihasilkan lebih dari dua individu. Contoh hewan yang dapat melakukan pembelahan ganda adalah Plasmodium.
3. Pertunasan atau budding, yaitu pembentukan tunas kecil yang serupa dengan induk. Tunas ini kemudian memisahkan diri dan menjadi individu baru. Contohnya pada Hydra, ubur-ubur pada saat berbentuk polip, dan hewan dari golongan Porifera. Selain bereproduksi dengan tunas, Porifera juga dapat melakukan reproduksi secara seksual.
4. Fragmentasi, individu baru terbentuk dari bagian tubuh induk yang terbagi-bagi/terputus baik sengaja atau tidak. Setiap bagian tumbuh dan berkembang membentuk bagian yang belum ada sehingga menjadi individu baru yang utuh. Contoh hewan yang melakukan reproduksi secara fragmentasi adalah cacing tanah, bintang laut, dan Planaria. Fragmentasi bukan merupakan cara reproduksi yang utama, karena dalam kondisi normal Planaria bereproduksi secara seksual.
5. Partenogenesis, individu baru terbentuk dari telur yang tidak dibuahi. Hewan yang mengalami partenogenesis adalah serangga, misalnya lebah madu.